ALSA FLASH OKTOBER 2013

"Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men."
-  John Dalberg Acton -

Kalimat di atas mungkin adalah kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, dalam rentang waktu yang tidak begitu jauh satau per satu kepala lembaga tinggi negara ditangkap oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Berita terakhir yang paling menggetarkan hukum di Indonesia adalah tertangkapnya Akil Mochtar (Ketua Mahkamah Kontstitusi non aktif) oleh KPK karena diduga menerima suap terkait sengketa pilkada. Berita ini bukan hanya mencoreng MK yang selama ini diharapkan menjadi palang pintu terakhir penegakan hukum dan konstitusi di negara ini tapi juga “meruntuhkan konstitusi negara ini”. Banyak pertanyaan muncul “Apakah Indonesia dalam keadaan darurat?”, “Apakah hukum kita dalam keadaan darurat?”

Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya Hukum Tata Negara dalam keadaan darurat/ bahaya. Dalam HTN darurat ada istilah “staatsnoodrecht” dan “noodstatsrecht”. Dalam istilah “staatsnoodrecht” negaranya yang berada dalam keadaan darurat sedangkan “noodstatsrecht” keadaan hukumnya yang bersifat darurat. Dalam hal ini Indonesia sedang berada dalam posisi “noodstatsrecht”.

Memang sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari Presiden mengenai keadaan darurat/bahaya yang dinyatakan Presiden melalui Perpu/UU (Lihat Pasal 12 UUD NRI 1945). Akan tetapi melihat banyaknya pemberitaan di media, komentar dari para pakar hukum dan petinggi negara, resah dan geramnya masyarakat dan bagaimana “kepanikan” Presiden yang sesegara mungkin mengumpulkan para petinggi lembaga negara untuk membahas kasus yang “meruntuhkan” konstitusi ini, dapat dikatakan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat walaupun tidak di deklarasikan secara resmi (emergency de facto).

Dalam Keadaan ini, menurut Vinkat Iyer ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan:
• Perluasan Kewenangan mengenai penangkapan dan penahanan dalam rangka penyelidikan (dalam hal ini KPK) atas tersangka pelaku tindak pidana tertentu (dalam hal ini tipikor).
• Penggunaan jenis sanksi hukuman yang bagu diciptakan yang sifatnya tergolong sangat keras, termasuk pidana mati, atas terpidana tertentu (dalam hal ini tipikor).
“Hukum yang baik tidak cukup untuk merubah negara ini menjadi lebih baik, lebih dari itu moral yang baik dapat membuat hukum ini akan berjalan sebaimana mestinya”